Korelasi antara kebiasaan makan yang tidak sehat dan tingkat keparahan migrain
Peran makanan dalam mengubah gambaran klinis migrain sering diabaikan. Sebuah studi Laporan Ilmiah baru-baru ini bertujuan untuk mempelajari korelasi antara tingkat keparahan migrain dan penerapan kebiasaan makan yang tidak sehat. Penelitian ini juga berupaya mengidentifikasi makanan tertentu yang dapat memicu subtipe migrain tertentu.
Latar belakang
Migrain telah menjadi tantangan dalam bidang kedokteran
selama bertahun-tahun dan merupakan salah satu pengalaman paling umum yang
dialami manusia secara global. Prevalensi global migrain saat ini adalah 14%,
dan di Mesir, angka prevalensi dalam satu tahun adalah 17,3%. Mekanisme pasti
yang mengatur migrain masih belum jelas, meskipun gangguan gastrointestinal
diketahui mempengaruhinya.
Beberapa faktor yang mendorong hubungan antara pola makan
dan migrain adalah mikrobiota usus, mediator inflamasi, hormon stres, jalur
serotonin, neuropeptida, dan zat nutrisi. Target terapi baru yang potensial
untuk gangguan sakit kepala dapat dikembangkan jika kita mendapatkan pemahaman
yang lebih baik tentang poros kekebalan usus-otak (GBI). Makanan memang bisa
mempengaruhi migrain karena adanya hubungan langsung antara sistem saraf pusat
dan sistem saraf enterik.
Tentang penelitian
Pola makan dari empat subtipe migrain dibandingkan, dan
analisis dilakukan untuk mengetahui apakah konsumsi makanan tertentu yang lebih
tinggi berbeda menurut status aura dan status migrain. Konsumsi berlebih
dianalisis untuk melihat apakah asupan makanan tertentu meningkatkan
intensitas, frekuensi, dan durasi serangan migrain.
Penelitian ini juga mengevaluasi apakah tingkat kecacatan
berbasis migrain yang lebih tinggi disebabkan oleh kebiasaan makan yang buruk.
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional pada 124 orang dewasa yang
menderita migrain antara bulan Januari hingga Juni 2020. Wanita hamil dan
pasien dengan masalah ingatan, penggunaan obat yang berlebihan, penyakit
neurologis lainnya, dan sakit kepala tipe tegang tidak disertakan. Skala
penilaian disabilitas migrain (MIDAS) digunakan untuk menilai tingkat keparahan
migrain.
Temuan studi
Makanan utama pemicu migrain pada peserta penelitian adalah
kacang fava, falafel, es krim, daging olahan, buah jeruk, coklat, dan keju tua.
Makanan seperti daging olahan, ghee terhidrogenasi, keju tua, daging goreng,
madu, permen, dan ayam goreng dikaitkan dengan migrain kronis (CM). Hasil
serupa juga telah didokumentasikan dalam penelitian lain.
Ghee terhidrogenasi, acar, dan ikan haring asap dikaitkan
dengan gejala aura secara signifikan. Peneliti lain menemukan anggur, produk
susu, dan daging olahan berkorelasi dengan frekuensi “migrain dengan aura”. CM
dikaitkan dengan makanan seperti daging goreng dan ghee terhidrogenasi karena
kandungan omega-6 di dalamnya, yang mengurangi jumlah asam lemak bebas.
Kehadiran asam lemak bebas menyebabkan peningkatan kadar serotonin dalam darah,
yang terjadi selama serangan migrain.
Migrain episodik (EM) dikaitkan dengan konsumsi telur,
sedangkan CM dikaitkan dengan kacang-kacangan, keju skim, dan yogurt. Hal ini
mungkin disebabkan oleh intoleransi makanan yang menyebabkan migrain yang
berhubungan dengan “hubungan otak dan usus”. Hal ini juga bisa disebabkan oleh
reaksi alergi terhadap antigen makanan, yang mengaktifkan sistem kekebalan
tubuh. Kehadiran antibodi dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan akibatnya
migrain.
Frekuensi, tingkat keparahan, dan durasi migrain dikaitkan
dengan konsumsi berlebihan minuman ringan, coklat, teh, dan kopi. Makanan yang
dikaitkan dengan CM adalah makanan yang memiliki konsentrasi amina biogenik
yang tinggi seperti tyramine, histamine, putrescine, dan cadaverine. Ini pada
dasarnya adalah antigen makanan yang diserang oleh sistem kekebalan dengan
antibodi. Dalam prosesnya, terjadi gangguan saluran cerna sehingga memicu
migrain melalui koneksi otak-usus. Mekanisme ini juga dicatat pada peserta
penelitian saat ini.
CM juga ditemukan pada peserta yang mengonsumsi makanan yang
disimpan di lemari es selama beberapa hari. Hal ini mungkin disebabkan oleh
akumulasi amina biogenik dalam makanan, akibat pemecahan enzimatik sinus
tyro-308. Namun teori ini perlu diteliti lebih lanjut secara empiris. Konsumsi
ikan haring asap yang lebih tinggi dipandang berpotensi dikaitkan dengan (CM)
karena kandungan senyawa karsinogenik, seperti Benzopyrene.
Kesimpulan
Singkatnya, penelitian ini menunjukkan bahwa, dibandingkan
dengan EM, orang dengan CM lebih cenderung memiliki kebiasaan makan yang tidak
sehat. Makanan yang berhubungan signifikan dengan perkembangan CM adalah teh,
kopi, minuman ringan, keju penuh lemak, buah jeruk, kacang fava, falafel, keju
tua, daging olahan, daging goreng, ayam goreng, coklat, makanan kaleng,
kacang-kacangan, acar, es krim, ikan haring asap, saus, dan makanan yang
disimpan di lemari es selama berhari-hari. Margarin, acar, dan ikan haring asap
terlihat berhubungan secara signifikan dengan migrain dengan aura (MA)
dibandingkan dengan migrain tanpa aura (MO).
Journal reference:
Fayed, AG.I., Emam, H., Abdel-Fattah, A.N. et al. The
correlation between the frequent intake of dietary migraine triggers and
increased clinical features of migraine (analytical cross-sectional study from
Egypt). Sci Rep 14, 4150 (2024). doi:
https://doi.org/10.1038/s41598-024-54339-8
No comments