Para Ilmuwan Menemukan Bukti Organisme Jamur Histoplasma capsulatum di Antartika
Dalam sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam jurnal Emerging Infectious Diseases, para ilmuwan mendeteksi Histoplasma capsulatum deoxyribonucleic acid (DNA) dalam sampel tanah dan tinja penguin di Antartika, menyoroti efek berbahaya dari peningkatan aktivitas manusia di benua itu.
Latar belakang
Histoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh menghirup
spora Histoplasma capsulatum yang terdapat pada kotoran burung dan kelelawar
dan tersebar karena gangguan lingkungan dan antropogenik.
Histoplasma capsulatum termasuk dalam ordo Onygenales dan
diketahui menyebabkan mikosis sistemik di banyak wilayah di Afrika, Amerika
Utara, Asia Selatan, dan Amerika tengah dan selatan, dengan insiden tertinggi
di Amerika Latin. Studi seluruh genom terbaru telah mengusulkan empat spesies
Histoplasma yang berbeda secara genetik - H. capsulatum (garis keturunan
Panama), H. mississippiense (garis keturunan Amerika Utara), H. ohiense (garis
keturunan Amerika Utara), dan H. suramericanum (garis keturunan Amerika Latin).
Meskipun sifatnya tidak ramah, dua dekade terakhir telah
terlihat peningkatan aktivitas manusia di Antartika dalam bentuk penangkapan
ikan, perburuan paus, penelitian ilmiah, dan pariwisata. Masuknya manusia telah
membawa spesies non-pribumi seperti jamur patogen ke benua itu. Selain itu,
telah mengakibatkan penyebaran spesies asli dan endemik Antartika ke daratan
lain. Mengingat bukti tentang bagaimana flora dan fauna asing dapat mengganggu
ekosistem asli, sangat penting untuk memantau pengenalan spesies non-endemik ke
daratan.
Tentang studi
Dalam penelitian ini, para peneliti mengumpulkan sampel
tanah dan penguin dan sampel kotoran anjing laut dari Kawasan Konservasi Khusus
Antartika di Pulau King George yang dikenal sebagai Semenanjung Potter.
Ekstraksi DNA genom dan nested polymerase chain reaction
(PCR) dilakukan untuk menghasilkan sekuens gen protein seperti 100 kilodalton
(kDa). Urutan ini dibandingkan dengan urutan H. capsulatum lainnya dari
database urutan GenBank. Urutan tersebut kemudian digunakan untuk membangun
pohon filogenetik untuk menyimpulkan sejarah evolusi H. capsulatum dari
Antartika.
Hasil
Hasilnya melaporkan keberadaan H. capsulatum dari dua dari
delapan sampel tanah dan tiga dari sembilan sampel tinja penguin yang
dikumpulkan. Pohon filogenetik mengungkapkan afinitas yang berbeda untuk lima
sekuens yang dihasilkan dalam penelitian ini. Data genetik dari satu sampel
tanah dan dua sampel feses dikelompokkan dengan silsilah LAmB1 Amerika Latin,
sedangkan sekuens sampel tanah dan feses yang tersisa mengelompok dengan
sekuens dari LAmA2 garis keturunan Amerika Latin lainnya. Tak satu pun dari urutan
yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan kesamaan dengan garis
keturunan Amerika Utara atau Panama.
Potter Peninsula, sebagai kawasan lindung, adalah rumah bagi
banyak burung yang bermigrasi selama bulan-bulan musim panas dan menjadi tuan
rumah bagi koloni burung dan mamalia laut yang berkembang biak. Semua aktivitas
fauna telah menghasilkan tanah yang kaya akan nitrogen, kalsium, fosfor, dan
karbon organik.
Histoplasma capsulatum umumnya membutuhkan kisaran suhu
18-28°C dan lingkungan dengan pencahayaan rendah dengan kelembaban di atas 60%
untuk berkembang. Para penulis percaya bahwa kompleks spesies H. capsulatum
berhasil bertahan dalam kondisi Antartika yang kurang ideal karena kandungan
organik yang tinggi dari tanah di Kawasan Lindung Khusus Antartika, yang
mendorong pertumbuhan jamur. Lebih jauh lagi, mereka berhipotesis bahwa jamur
bisa menyebar ke daratan dengan burung-burung yang bermigrasi atau manusia yang
datang ke Antartika.
Mengingat afinitas filogenetik yang berbeda dari urutan H. capsulatum dari Antartika, para peneliti percaya bahwa mungkin ada beberapa penyebaran jamur atau ada perubahan adaptif dalam spesies. Hasil filogenetik juga menunjukkan sejarah geologi bersama Antartika dan Amerika Selatan.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, penelitian tersebut mendeteksi DNA H.
capsulatum dalam sampel tanah dan tinja penguin dari bagian Kawasan Lindung
Khusus Antartika, yang merupakan rumah bagi banyak burung migran dan koloni
mamalia laut. Temuan ini menunjukkan kemunculan jamur yang jauh lebih luas
daripada yang diduga sebelumnya dan juga menunjukkan kemampuan H. capsulatum
untuk bertahan hidup pada suhu yang lebih rendah dari kondisi pertumbuhan
idealnya. Urutan DNA dari sampel tanah dan tinja menunjukkan afinitas
filogenetik yang berbeda, menunjukkan beberapa penyebaran.
Menurut penulis, mengingat kemampuan patogen jamur seperti
H. capsulatum untuk menyebabkan infeksi luas, pengawasan jamur patogen yang
muncul dan penularannya di Antartika merupakan hal mendasar dalam mencegah
histoplasmosis dan mikosis lainnya.
Journal reference:
Moreira, L.M., Meyer, W., Chame, M., Brandão, M.L., Vivoni,
A.M., Portugal, J., Wanke, B., and Trilles, L. (2022). Molecular detection of
Histoplasma capsulatum in Antarctica. Emerging Infectious Diseases. (Early
Release). https://doi.org/10.3201/eid2810.220046,
https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/28/10/22-0046_article
No comments